Langsung ke konten utama

Karena Abi Percaya...


Malam semakin gelap, dingin angin menusuk kulit ari menjalar di sela-sela jari sampai ke hati. Lenguh burung hantu menjadi nyanyian malam. Aku terduduk menghadap jendela dengan segelas jahe hangat menatap bulan yang menyabit dari jendela. Beku.

Jam dinding menunjukan pukul 22.30 tapi mataku belum mau terpejam, kepalaku penuh memikirkan banyak hal, membuatku mematung memandangi hitamnya langit sendirian. Sampai suara ketukan pintu membuyarkan pikiranku.

“Teteh belum tidur? Kenapa jendelanya dibuka?” Tanya Abi dari ambang pintu.

“Belum ngantuk Bi” Jawabku pendek, masih dengan segelas jahe ditangan tanpa memalingkan wajah.

“Lagi apa sih?” Abi berjalan mendekat dan duduk di atas kasur.

“Abi, nafa boleh tanya sesuatu?” tanyaku membalik badan menghadap Abi.

“Kenapa teh?”

Ada perasaan ragu sebetulnya untuk menanyakan hal ini tapi aku butuh jawaban dari pertanyaan ini secepatnya, aku tidak mau hanyut dalam asumsiku sendiri hanya karena aku tidak punya cukup nyali untuk bertanya. Tapi, aku meyakinkan diri bahwa apapun yang terjadi aku siap dengan konsekuensinya. Apapapun. Dengan segala kekuatan yang dipunya kalimat itu meluncur juga.

“Bi, Abi sudah melepas nafa sekolah jauh, sejak nafa SD sampai kuliah, nafa aktif kegiatan sekolah ini itu, sering keluar kota, semuanya nafa lakuin sendiri tanpa di anter, Abi gak takut nafa jadi anak nakal? nafa pacaran misalnya atau berteman sama yang gak baik?” tanyaku dengan sedikit perasaan kebat kebit.

Abi mengulum senyum simpul, sambil membetulkan posisi duduk.

“Abi gak takut, karena Abi sudah menitipkan kalian ke Allah, Keputusan ummi dan abi menyekolahkan kalian jauh bukan tanpa pertimbangan Teh, bukan juga keputusan yang mudah, khawatir pasti ada tapi Abi yakin insya Allah itu keputusan yang baik, dan terbukti kan”. Jawab Abi sambil menatapku lamat-lamat.

“Teh, Abi gak tahu apa yang kalian lakukan dibalik tembok, karena kemampuan manusia mah terbatas, tapi apapun yang kalian lakukan di luar pandangan Abi Allah pasti tahu. Kalian sudah lebih dari paham arti mana baik mana buruk, mana halal mana haram ya kan? Terlebih Teteh sudah dewasa pahala dan dosa sudah ditanggung sendiri kan yah?” Tambahnya dengan nada sedikit serius.

Aku berusaha mencerna tiap kata yang di katakan Abi, mengeja tiap kalimatnya mencoba memahami.
 
“Terus kenapa Abi selalu mengijinkan apapun kegiatan yang nafa lakukan tanpa bertanya lebih?”. Tanyaku menyelidik.

“Karena Abi tahu, anak Abi ini sangat dewasa, sangat bertanggung jawab sama dirinya, mandiri dan bisa diandalkan. Abi percaya ketika meminta ijin berarti Teteh sudah menimbang baik buruknya, urgent tidaknya dan maslahat mudharatnya. Gak mungkin Teteh mengkhianati kepercayaan ummi abi kan? Ijin itu sebetulnya hanya formalitas untuk Abi bisa tau aja kan?” Tanya Abi sambil sedikit menyeringai.

Aku yang mendengar itu tertunduk malu karena apa yang dikatakan Abi semuanya adalah benar.  Sebelum aku menjawab Abi melanjutkan kalimatnya.

“Abi tahu semua karakter anak-anak Abi, dan Teteh itu anak yang paling keras kepala tapi hatinya baik, selalu keukeuh sama pendiriannya dan selalu pengen keliatan kuat padahal aslinya cengeng juga, ya kan?” Tanya Abi sambil menjawil pipiku yang mulai terasa panas.

“Ih Abi apaan sih ah jadi kemana-mana ngomongnya, udah ah mau tidur”. Aku mendorong Abi keluar kamar dan langsung menutup pintu, sambil menutupi wajah yang aku rasa sudah seperti udang rebus, merah padam.

Aku menutup pintu dengan senyum mengembang dan pipi seperti udang. Terjawab sudah pertanyaan yang mengganjal selama ini, semua ketakutanku bahwa Abi tidak peduli itu salah. Kekhawatiranku bahwa Abi itu cuek juga keliru. Nyatanya Abi hanya bersikap sebagaimana mestinya. Beliau punya caranya sendiri dalam mendidik dan memberikan sebuah percaya pada kami, meski terkadang itu membuat kami memiliki penilaian negatif. Ya gak masalah beliau punya caranya sendiri, gak harus segala sesuatu itu sama seperti orang lain, semua harus sama sesuai normatif kebanyakan. You have your own way Dad.
Beliau juga tahu bahwa aku bukanlah anak yang gegabah dalam mengambil keputusan, sebelum permohonan ijin itu sampai ke orangtua sudah pasti aku pertimbangkan dulu matang-matang dengan segala konsekuensinya. 

That's enough for me...

Dear Abi,
I might not a good child Bi,
Sometimes i got annoyed,
Sometimes we argued, we fought, we didn’t talk each other but deep down i love you more than anything. You know me very well, you are familiar with all my bad habits but still, you keep on loving me.


200220


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaleidoskop 2022

  Setahun vakum gak nulis apa-apa bukan berarti gue gabut dan gak bisa menceritakan apapun. Tapi, karena tahun 2022 itu nano nano banget buat gue, karena di tahun itu f or the very fisrt time i bacame a mother. Masya allah tabarakallah. Gue jadi Ibooook lho. Sejak dapet predikat itu kehidupan gue berubah gaess. Tolong jangan bayangkan kehidupan gue itu kaya ibu-ibu yang hepi hepi punya bayi, teteuup keliatan flawless , looks so gorgeous . Preetttt, itu sungguh ga ada sama gue. Setelah melahirkan gue justru merasa buluk. Berat badan naik hampir 20kg, begadang tiap malem sama bayi aja (karena setelah lahiran gue LDR sama suami), harus pumping tiap 2 jam, belajar menyusui sampe berdarah-darah, luka gue yang masih basah. Jujur ga ada cakep-cakepnya gue sesudah melahirkan tuh huhu. Bahkan gue ngerasain yang namanya baby blues lho, sungguh itu bukan mitos. Makanya kenapa wanita yang hamil kemudia melahirkan itu butuh banget dukungan dari lingkungan terdekatnya terutama suami. Satu

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang tent

Tamu Tak Diundang

Siapa yang sangka bahwa tempat itu yang akan membuatmu kedatangan tamu yang tak diundang, Siapa sangka bahwa tempat itu yang akan mengantarkanmu pada luka yang menganga saat ini. Siapa yang sangka bahwa tempat itu yang menjadi alasan kau harus menata kembali perasaanmu yang telah hancur berantakan sendirian. Dulu, kau butuh waktu bertahun-tahun untuk menata kembali perasaanmu, kau butuh tahunan untuk merawat luka itu hingga kering dan kau butuh waktu yang tidak sebentar untuk ada dititik berdamai dengan semua luka itu. Tapi, dia datang dengan jumawanya tanpa permisi, masuk kedalam hidupmu menajanjikan banyak hal, menjamin semuanya akan baik-baik saja, dan meyakinkannya berluang kali.