Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Karena Abi Percaya...

Malam semakin gelap, dingin angin menusuk kulit ari menjalar di sela-sela jari sampai ke hati. Lenguh burung hantu menjadi nyanyian malam. Aku terduduk menghadap jendela dengan segelas jahe hangat menatap bulan yang menyabit dari jendela. Beku. Jam dinding menunjukan pukul 22.30 tapi mataku belum mau terpejam, kepalaku penuh memikirkan banyak hal, membuatku mematung memandangi hitamnya langit sendirian. Sampai suara ketukan pintu membuyarkan pikiranku. “Teteh belum tidur? Kenapa jendelanya dibuka?” Tanya Abi dari ambang pintu. “Belum ngantuk Bi” Jawabku pendek, masih dengan segelas jahe ditangan tanpa memalingkan wajah. “Lagi apa sih?” Abi berjalan mendekat dan duduk di atas kasur. “Abi, nafa boleh tanya sesuatu?” tanyaku membalik badan menghadap Abi. “Kenapa teh?” Ada perasaan ragu sebetulnya untuk menanyakan hal ini tapi aku butuh jawaban dari pertanyaan ini secepatnya, aku tidak mau hanyut dalam asumsiku sendiri hanya karena aku tidak punya cukup ny

14 ke 46

Tidak ada lilin yang menandakan titik usiamu Tidak ada kue bertabur coklat bertuliskan ucapan selamat Bahkan tidak ada gempita terompet atau balon sebagai kejutan, Kau hanya meminta, Kidung terbaik dan rapalan doa terindah yang dilangitkan. Hanya itu. Ummi, Kini usiamu bertambah, itu artinya jatah kehidupanmu di dunia juga berkurang. Ummi, Guratan di wajahmu semakin tegas terlihat, tapi senyummu semakin hangat terasa. Genggamanmu semakin lemah ditangan, tapi kasihmu semakin kuat adanya. Tatapan lensamu semakin kabur, tapi kedamaian semakin jelas terpancar di sana. Ummi, Kau adalah definisi sabar yang nyata yang pernah aku lihat, pengertian atas ketulusan yang baik yang pernah aku dapatkan. Kau adalah ketaatan yang benar dari sosok sorang ibu dan istri yang aku tahu, keteguhan hati yang besar yang pernah aku rasakan. Kau adalah mutiara hidup yang aku miliki. Ummi, Terima kasih atas do’a yang tidak pernah putus dilangitkan hingga detik ini, Te

Forgiving

  “ When most of us don’t understand the need to forgive, it becomes the type of forgiveness that make us believe what we are doing it for “the other”, usually in return for some rewards” – Michelle Roya Banyak orang yang mengatakan kita harus “memaafkan” semua hal menyakitkan yang hadir, mendekap semua sakit lalu mencoba melupakan. Karena menurut mereka memaafkan itu sama dengan memaklumi dan melupakan. And it’s not a big deal. Duh, maaf aku kurang sepakat dengan itu, memaafkan itu tidak semudah yang dibayangkan, bukan berarti hal yang sulit sekali, hanya memafkan itu membutuhkan waktu. Kalo kata Teh Urfa mah, memaafkan itu merubah cara pandang kita terhadap sesuatu, entah itu peristiwa, atau perilaku seseorang yang tadinya negatif menjadi netral bahkan cenderung positif. Kalau memaafkan adalah output maka harus ada proses, proses disini adalah belajar yang harus dijalani secara alami dan tidak instan. Kemudian ada input, untuk hal ini input terbaik untuk memaaf