Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Ketika Sekeping Hati Datang Memilih

“ Bagaimana?” itu pertanyaan yang melucur dari mu. Kau tahu bagaimana perasaanku saat aku mendengar itu? Hatiku kebat-kebit  , Jariku menggenggam satu sama lain, Dingin Puluhan kata sudah berputar dikepala siap untuk diucap. Tapi tidak satupun yang mampu melucur. Aku terlalu kelu untuk menjawab. Sejujurnya, Ada gaung  disana yang menjawab “ IYA” untuk pertanyaan mu. Sayangnya hatiku bergumam sebaliknya. Ini pilihan yang sulit. Memang. Aku tak bisa menyalahkan mu yang datang terlalu cepat. Aku tak bisa menyalahkan mu yang membuat semua serba mendadak. Pun aku tak bisa menyalahkan waktu yang tak mampu menahan mu. Itu diluar kuasa ku. Munkin, buatku ini terlalu cepat. Tapi, menurutNya tidak ada yang terlalu cepat, terlambat atau bahkkan salah alamat. Semuanya sudah Dia atur dengan apik. Pertemuan ini, keputusan ini, semuanya. Untukmu, Munkin aku lebih memilih suara hati yang tak terdengar dari pada suara gaung itu. Terdengar  tak adil bua

Aku kira, Aku (sudah) Mengenal mu

Waktu ternyata bukan jaminan untuk ku mampu mengenalmu. Aku kira selama ini aku sudah cukup mengenal mu dengan baik. Karena aku  tahu tiap jengkal perubahan yang ada pada dirimu, aku tahu. Setelah cerita-cerita ku yang kau dengar, setelah tempat-tempat yang kita singgahi, masa-masa yang kita lewati aku kira aku sudah mengenal mu. Ternyata belum bahkan munkin aku tidak mengenalmu dengan baik. Terbukti saat ini aku merasa asing dengan mu, merasa canggung, merasa seperti orang lain. Bahkan, untuk memanggil namamu ditengah kerumunan saja suara ku seperti tercekat ditenggorokan seolah enggan sekali aku memanggil namamu. Entah apa yang terjadi. Tapi aku rasa ada benteng disana yang membatasi antara kau dan aku saat ini. Entah siapa yang membangunya. Munkin kau, atau aku. Benteng itu sengaja dibangun sebagai batas antara kau dan aku, sebagai pemisah bahwa aku tidak bisa memasuki dimensi mu lagi begitupun kau. Seolah kita benar-benar menjadi asing sekarang.

Jarak

Kita berjalan, beriringan. Awalnya Merasa ada sesuatu yg sama dalam diri kemudian membuat kita merasa klik. Meski, kita jarang bertatap. Tapi itu sangat membuat kita nyaman. Kita berlari, seirama. Awalnya Menikmati tiap ketuk irama kaki sambil mendongeng kisah masing-masing dan tertawa karena kita se-pikiran. Indahnya. Tapi, saat jarak sudah begitu dekat. Kini kau selalu berjalan didepan ku. Kita tak lagi beriringan, itu menyakitkan. Padahal sebenarnya kau berada disampingku hanya kau seperti enggan melihat ku. Seperti ada portal yg membatasi kita. Saat bertemu pun aku menangkap arti tatapan itu seoalah sedikit tak suka jika aku terlalu dekat dengan mu. Hei, kau tau apa yg aku rasa? Begitu sesak, tenggorokan ku tercekat Ingin sekali aku bertanya "Kenapa?, Ada apa dengan mu? Keliru apa yg aku lakukan? “ Tapi lidah ku terlalu kelu untuk bertanya. Kau sudah terlanjur jauh.

17.57

Di dalam bus Dikursi nomor 14 duduk gadis berkerudung merah asik dengan pad nya. Sesekali ia menikmati pemandangan dari jendela, tersenyum, lalu sibuk lagi menatap pad ditangan nya. Memejam mata, tersenyum lalu kembali dengan pad nya lagi Ia terlihat cukup bahagia dengan perjalanan pulang nya. Memang "Pulang" itu selalu menjadi perjalanan menyengankan meski kita kembali ketempat yg sama. Tapi, mendadak ia mengeluarkan air mata setelah menatap pad ditangan untuk ke tiga kalinya. Seperti ada hal tak menyenangkan yg ia temukan disana. Ternyata ia membaca sebuah tulisan tentang "persahabatan".  Mengapa ia menangis? Apa yg salah dengan tulisan itu? Bukan kah tulisan itu hanya mengulas "persahabatan" biasa? Apa yg harus ditangisi? Ah, aku paham Ia selalu sensitif dengan persahabatan. Ia selalu saja menangis jika melihat dua makhluk yg tertawa bahagia mengatas namakan persahabatan. Kenapa? Karena sampai detik ini ia masih belum tau apa itu &quo

(Jangan) Datang Lagi

Ini bukan yg pertama kau datang. Kau selalu datang saat kau butuh tempat bersandar atau hanya sekedar mencari pendengar. Ini bukan yang pertama kau datang. Kedatangan mu selalu tiba-tiba tak mengenal fajar, tak mengenal petang Ini bukan yang pertama kau datang. Tolong dengar! Aku bukan kotak musik klasik yg selalu bisa kau putar saat kau ingin pergi dari bingar di luar. (Jangan ) datang lagi jika kau membutuhkan tempat bersandar untuk mendengar kan semua gusar yg kau endap dalam hati. 8 Juni 2015, 11.37 am Dalam kelas psikologi umum

Undangan Senyum Hari Ini

Siapa yang tidak suka dengan sebuah senyuman? Siapa yang anti terhadap senyuman? Siapa yang benci dengan senyuman? Atau siapa yang menganggap senyum adalah hal yang buruk? Aku rasa jika ada orang seperti itu dia perlu di periksa ke dokter atau psikolog,Munkin ada sesuatu yang salah dengan dirinya ^^ Aku  fikir siapapun senang dengan sebuah Senyuman. Bukan begitu? Karena, satu lengkung senyuman mampu membuat tenang siapapun yang melihatnnya . Mampu membuat suasana hati siapapun menjadi lebih baik. Dan senyuman adalah hal ter-sederhana didunia ini yang mampu mengundang bahagia. Bukan begitu? ( itu versi ku sih hihi) tidak selalu berlaku memang. Tapi bukan hal buruk untuk dicoba ^^ Membuat senyuman pun tidak membutuhkan biaya bukan? Membuat senyuman pun tidak melulu butuh alasan bukan? Cukup dengan menarik 2 cm pipi kanan dan kiri mu lalu Taraaa sebuah senyuman siap! Seperti hari ini, aku hampir tersenyum sepanjang hari. Tapi bukan tanpa alas

Prolog terakhir

Bertemu di setengah windu yang lalu Saling mengenal satu sama lain Saling mencocokan Dan mulai saling bercerita satu sama lain Sebuah awal yang klise untuk sebuah pertemanan. Memang Tapi , ya begitulah adanya. Awal cerita ini dimulai dari aku yang mulai mengagumi nya. Hanya sebatas kagum tak lebih! Sama seperti  yang lainya jika mengaggumi seseorang pasti akan sedikit memuji kelebihan dari sosok yang ia kagumi dan menjadikanya sebagai alat untuk bisa sedikit bertegur sapa. Meski hanya untuk memuji kelebihanya itu.  Akupun begitu. Dulu. Aku kira setelah sedikit memuji nya dan berterima kasih,semuanya titik sampai disana, toh aku tak berharap apapun dari sosok nya. Berharap untuk kenal pribadi nya lebih jauh saja tidak, bagaimana munkin bisa aku berfikir lebih jauh. Mustahil. Ternyata aku keliru, Dari awal yang hanya sebatas sosok yang mengagumi dan dikagumi berubah menjadi pertemanan dan lebih dari sekedar teman. Kami memang terbilang cukup d

Usaha Tak Pernah Khianat

Langit masih mengenakan gaun biru tua, nyaris hitam, ketika alarm dari bekker berteriak-teriak diatas meja. Fajar menyembulkan selempang lembayungnya dari kening bebukitan.ayam-ayam dari berbagai penjuru rumah, peliharaan beberapa tetangga, berkokok-kokok penuh jumawa. Aroma subuh jelas sekali tercium. Depok memang selalu mampu menyajikan nuansa seindah ini. Hebat! Saat itu juga disalah satu rumah ada gadis belia yang masih terlelap diatas meja belajar nya, karena belajar semalaman . Oki begitu ia sering disapa. Gadis 17 tahun ini memang terbilang gadis rajin, pantang menyerah sebelum mencoba sampai titik terakhir. Jam bekker pun berteriak-teriak lagi ditelinganya sambil menunjukan pukul 4.30 . Itu artiya aku harus segera bangun dan beranjak dari dipan ini. Dengan segenap kekuatan yang ada aku kumpulkan kesadaran yang berserakan. Setelah kurasa kantuku benar-benar pulih, dengan langkah gontai aku mandi. Sejurus kemudian aku telah siap dengan seragam putih-abu ku dengan  tas

Kemana Af harus pulang

Pulang adalah hal yang sering membuat siapapun bahagia Seletih appaun Serumit apapun urusan mereka Sepenat appaun rutinitas yg menyita mereka Saat waktu untuk pulang tiba pasti mereka sellau bahagia Meski hanya  6 jam saja mereka menikmati kepulangan mereka  “Di rumah” Mereka pasti bahagia Dan rumah selalu jadi tempat terbaik untuk pulang Meski tak pernah ada yang istimewa dari rumah Cat yang lusuh Sofa yang sudah tidak empuk lagi Foto-foto yang kusam Meja meja yang mulau rapuh Tapi rumah selalu punya magnet untuk menarik siapapun untuk pulang Sayangnya tidak untuk Af Af selalu bahagia jika pulang. Iya Af selalu merindukan rumah. Iya Tapi. Af tidak suka suasana rumahnya Ada saja hal yang mengganggu kebahgiaan Af di rumah Yang membuat Af selalu ingin segera kembali ke rutinitas membosankannya itu. Menyedihkan, , 17 febuari 2015 Disalah satu pojokan kamar

Dirimu Hanya Intermezzo Tuan,

Dirimu hanya intermezzo Tuan, Dimulai dengan pertemuan yang entah dari mana awalnya Kau mampir menyapa Hanya sebatas sapaan tak lebih Kemudian hilang. Hilangmu itu tak berarti apa-apa saat itu, Tuan Aku tak peduli . Dirimu hanya intermezzo Tuan, Hingga kau kembali menyapa dengan cerita yang baru Bukan sekedar menyapa tapi kau mengajak ku bercerita Mendengarkan semua tentangmu disana, bertemu dengan si dia yang akirnya berpisah Kau bilang bercerita dengan ku ada ke(te)nangan Kau bilang bercerita pada ku ada kenyamanan Dirimu hanya intermezzo Tuan, Setelah beberapa penggal cerita kau itu, Tuan Kau kembali hilang entah kemana Tapi aku mulai peduli, Tuan Celaka! Aku mulai menunggu mu, Tuan Entah sudah berapa purnama 13 terlewati Dirimu  hanya intermezzo Tuan, Saat aku sudah mulai tak peduli (lagi) atas dimana kau , Tuan Kau justru kembali Menarik peduli ku lagi Lantas kau menghilang lagi Dirimu (memang) hanya intermezzo Tuan