Langsung ke konten utama

Menjadi Pendengar

Banyak hal yang menjadi ketakutan orangtua ketika mereka mulai menua.
Salah satunya adalah kesepian.
Kesepian selalu menjadi hal yang mereka takutkan, yang akhirnya sering membuat sensitivitas mereka meningkat. Jadi sering marah-marah, moody-an, serba salah dan selalu ingin diperhatikan. Yang terkadang itu membuat si anak menjadi jengkel, karena tak paham apa yang sebenarnya diinginkan orang tua, yang akhirnya sering membuat salah paham dan membuat stigma “orang tua itu menyebalkan” mmenjadi kenyataan.
Padahal jika si anak mau lebih sabar sedikit saja dan mau “menjadi pendengar” sejenak untuk orangtua mereka. Stigma “orangtua itu menyebalkan” tidak akan ada.
Seperti yang terjadi beberapa hari ini.
Setiap melihat handphone selalu ada banyak missed call dari ummi, bisa 4-6 missed call hampir setiap hari. Itu sedikit tidak biasa. Karena ummi tahu kalo 2-3 kali telfonya gak diangkat berarti aku lagi gak bisa buat angkat telfon.
Akhirnya setelah liat missed call sebanyak itu aku selalu tanya “ Ada apa mi? maaf tadi gak kedegeran”. Hanya untuk memastikan kenapa ummi missed call sebanyak itu, apa ada ha yang darurat sampai harus telfon sebanyak itu.
Tiba-tiba Ummi telfon dan memburu dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang gak pernah alpa ummi tanya setiap hari
“ Lagi dimana?”
“ Udah makan?”
“ Jangan pulang malem-malem”
“Jangan lupa banyak Do’a ya. “
Iya, pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sebenarnya bisa ummi tanya lewat chat/ pesan whatsapp tanpa harus telfon.
Tapi, Setelah beberapa hari itu aku sadar bahwa ummi sebernernya mulai merasakan ketakutan-ketakutan yang dialami kebanyakan orangtua ketika merena mulai menua. Kesepian.
Iya, ummi kesepian. Karena semua anak-anaknya sekolah jauh dari rumah. Dalam setahun ummi hanya 2 kali bisa bertemu sama anak-anaknya lengkap tanpa absen itu yaaa liburan sekolah dan lebaran. Hanya itu. Dua moment itu adalah waktu yang paling ditunggu buat ummi.
Ummi tahu saat-saat seperti ini akan datang. Sepi, kosong, bosan.
Ummi butuh teman,
Iya, ummi butuh teman untuk menjadi pendengar nya.
Aku sadar, kalo saat ini ummi lebih banyak cerita
Kalo saat ini ummi lebih sering telfon,
Kalo saat ini ummi lebih banyak minta pendapat,
Alasan dia seperti itu sekarang adalah karena “ Dia butuh didengarkan”. Hanya itu.
Dia butuh orang lain untuk jadi pendengarnya.
Kita memang terpisah jauh tapi sebetulnya jarak kita yang sebenarnya adalah hanya sebatas jempol dan Hp. hehe
Bahagia, bisa jadi pendengar buat ummi.
Depok, 
300517

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikmati peran

Kesimpulan dari perjalanan di 2024 ini adalah aku menikmati peran-ku saat ini. Iya peranku saat ini yang sebagai hambaNya, istri, ibu dan anak. Tahun ini lebih terasa aku jalani dengan kesadaran penuh dan berusaha bisa memaknai di tiap etapenya. Bukan berarti mulus tanpa ujian, Bukan berarti selalu berwarna tanpa kelabu, Bukan berarti damai tanpa gejolak Bukan, Rasa asam pahitnya ada banget tapi percaya atau tidak aku jauh lebih tenang dan siap menghadapi semua itu. Kalo bahasa kerennya lebih mindful lah karena aku lebih yakin bahwa apapun yang terjadi dalam hidupku adalah atas seizin Allah. Tugasku cukup sabar, Ikhlas dan terus berkhusnudzon atas takdirnya. That’s it. Selain itu di tahun 2024 ini aku juga merasa lebih produktif (as one   of my prayers). Aku mulai isi pelatihan ke sekolah-sekolah lagi, punya agenda tetap setiap minggu diluar halaqah, lebih sering ketemu orang lagi, Alhamdulillah fokusku diluaskan dan itu membuat aku jauh lebih happy, emosiku juga ebih s...

Edisi Kangen

“ Betapa sukarnya menyusun bicara Meluluhkan rasa menuturkan sayang Kasih yang terlimpah hanya sekedar tingkah Cuma ungkapan kebisuan yang Melindungkan kalimah rahsia” Tiba-tiba ada yang rembes di pipi waktu ga sengaja muter playlist nasyid Jadul  jaman SD dulu dan berhenti di bait ini. DEG!!  tiba-tiba kangen rumah. Kadang iya, susah banget mau bilang “ Kangen, sayang ” sama orang yang kita sayang, apalagi ke orang tua  bukan karena takut tapi lebih ke malu. ya gak sih? Kalo nafa sih gitu. Kayaknya canggung gitu kalo mau bilang “ Ummi Abbi, ade kangen “. Ada bisik-bisik hati yang nahan buat bilang gitu hihi. Akhirnya kalo kangen mereka dan  ga berani bilang Cuma bisa Cireumbay terus chat si teteh, sukur-sukur dibales biasanya sih lebih sering gadibales karna udah tidur  dan dibalesnya besok itupun di kece in dibilang L.E.B.A.Y.  dengan sticker sambil ketawa gogoleran . -_____-  kelakuan. #kaloudahgituakubisaapa Kalian kay...

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang ...