Langsung ke konten utama

“Na, how could you survive?”

Untuk beberapa waktu belakangan ini, pertanyaan diatas adalah yang cukup sering aku dapatkan dari beberapa orang terdekat yang mengetahui apa yang sedang aku hadapi. Entah apa yang ada di dalam benak mereka ketika mendengar ceritaku, hingga kalimat itu muncul. Aku bukan mencari perhatian, dukungan atau bahkan belas kasih dari orang lain atas apa yang aku hadapi saat ini.

Aku hanya butuh di dengarkan.

Menyadari bahwa diri ini adalah sosok yang sulit sekali percaya kepada orang lain untuk sekadar berbagi cerita, maka tidak heran jika hanya beberapa orang sajalah yang bisa dijadikan tempat cerita olehnya. Jika diri ini sudah menemukan bahwa ada orang yang bisa ia jadikan tempat cerita maka pasti dia adalah orang yang berhasil membuat diri ini nyaman dan percaya untuk membagikan ceritanya.

Sesiang tadi aku mendapatkan pesan singkat dari seorang teman yang sering sekali menjadi teman untuk bercerita. Dalam pesannya dia bertanya soal keadaanku. Aku jawab bahwa aku (tidak) baik-baik saja. Tetapi, dia menangkap sesuatu yang janggal. Maka, berakhirlah kami dengan berbincang satu sama lain. Hmm sebenarnya lebih ke mendengarkan aku bercerita. Hampir satu jam lebih kami berbincang, aku bercerita panjang lebar, dan dia apik mendengarkan.

Hingga kalimat itupun meluncur dari mulutnya.
“You are not okay, Na. I can’t imagine what would i do if i were you, that’s insane”.


Aku tidak meminta pembelaan dari siapapun atas cerita yang aku bagikan, aku juga tidak meminta penilaian pada siapapun atas apa yang aku alami. Lagi lagi aku hanya butuh di dengarkan. Ini sudah terjadi, dan ini akan berakhir, cepat atau lambat. Ini hanya soal waktu bukan?.

Setiap dari kita pernah ada di masa-masa sulit, masa-masa terpuruk. Mungkin kita akan mengutuk keadaan, mempertanyakan keadilan Tuhan, dipaksa untuk mengambil pilihan-pilihan sulit, merasa tidak mampu. Namun, pada akhirnya kita tetap bertahan bukan?, bahkan setelah masa-masa itu lewat kita bisa menetertawakan hal itu.

Karena sejatinya setiap kali kita dihadapkan dengan situasi yang sulit, diri ini memiliki kekuatan sendiri untuk bertahan, tanpa harus mengemis kasih dari orang lain DIA sudah pasti memberikan pundak yang kuat untukmu bertahan disituasi itu.

At the end, kamu akan berterima kasih kepada kesulitan yang kamu hadapi dulu, karena benturan itu kamu dapat menjadi seperti sekarang, kamu dapat pembelajaran baru yang boleh jadi itu membuatmu “naik kelas”.

And now i am fine, totally......

15 January 2020

NB:
Special thanks for you, who already give your ears for one half an hour to me.


x


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang tent

Kaleidoskop 2022

  Setahun vakum gak nulis apa-apa bukan berarti gue gabut dan gak bisa menceritakan apapun. Tapi, karena tahun 2022 itu nano nano banget buat gue, karena di tahun itu f or the very fisrt time i bacame a mother. Masya allah tabarakallah. Gue jadi Ibooook lho. Sejak dapet predikat itu kehidupan gue berubah gaess. Tolong jangan bayangkan kehidupan gue itu kaya ibu-ibu yang hepi hepi punya bayi, teteuup keliatan flawless , looks so gorgeous . Preetttt, itu sungguh ga ada sama gue. Setelah melahirkan gue justru merasa buluk. Berat badan naik hampir 20kg, begadang tiap malem sama bayi aja (karena setelah lahiran gue LDR sama suami), harus pumping tiap 2 jam, belajar menyusui sampe berdarah-darah, luka gue yang masih basah. Jujur ga ada cakep-cakepnya gue sesudah melahirkan tuh huhu. Bahkan gue ngerasain yang namanya baby blues lho, sungguh itu bukan mitos. Makanya kenapa wanita yang hamil kemudia melahirkan itu butuh banget dukungan dari lingkungan terdekatnya terutama suami. Satu

27 yang ke 3

Sepagi tadi ada whatsapp  masuk dan kurang lebih isinya mengingatkan aku soal tanggal hari ini, lalu di tutup dengan doa-doa baik. Setelah membaca itu senyumku mengembang, "oh ternyata sekarang tanggal 27 ya" , hadeuh baru inget. Maklum deh ga pernah inget tanggal sejak jadi mamak-mamak, yang diinget hari-hari adalah gak jauh dari menu masakan, beres-beres dan bayar-bayar hehe. Alhamdulillah makasi ya allah sudah menyampaikan aku di hari ini, hari dimana tepat 3 tahun sudah pernikahan ini berjalan. Mungkin untuk pasangan lain yang sudah menjalani pernikahan belasan atau bahkan puluhan tahun, usia pernikahan 3 tahun ini belum ada apa-apanya, belum banyak pengalaman dan masih jauuuuhhhhh banget perjalanannya. Iya memang, tapi aku bersyukur allah sampaikan aku di 3 tahun ini yang dimana di dalam perjalanannya sudah ada bumbu-bumbu manis, pahit, asinnya pernikahan. And we made it! Aku mengamini kalo pernikahan adalah salah satu ibadah terpanjang. Karena dalam menjalaninya