Langsung ke konten utama

“Menerima” Seni Untuk Hidup Seutuhnya


Sekolah > Lulus > Bekerja > Menikah > Memiliki keluarga.

Itu adalah bagian dari siklus kehidupan (yang katanya) ideal di masyarakat, di mana kehidupan berjalan dengan minim hambatan. Seolah semuanya terasa begitu mulus dan sempurna.

Apakah benar kehidupan yang ideal itu seperti itu? Tentu saja tidak!

Kehidupan ideal menurut orang lain belum tentu ideal untukku.

“Ideal” kata sederhana yang sebetulnya amat bahaya jika dipakai sebagai ukuran dalam menjalani kehidupan ini. Aku korban dari kata ideal ini (dulu).

Sejak duduk di bangku SMA dulu, aku cukup dikenal sebagai anak yang idealis. Apapun yang aku lakukan harus berjalan sesuai dengan standarku. Tidak boleh kurang. Aku siap membayar setiap pencapaian yang aku inginkan dengan sebuah usaha yang tidak main-main. 

Akhirnya, setiap usahaku itu memang membuahkan hasil. Pencapaian demi pencapaian berhasil aku dapatkan. Keberhasilan itu semakin menguatkan keyakinanku bahwa, untuk mencapai kesuksesan kamu perlu menjadi sosok yang idealis.

Sayangnya keberhasilan dari menjadi sosok yang idealis itu tidak bertahan lama. Ia hanya mampu bertahan sampai aku memasuki dunia perkuliahan. Setelah itu aku berkali-kali dihadapkan dengan kegagalan. Duniaku seperti terbalik. Tidak peduli seberapa keras usahaku saat itu. Gagal masih saja hadir, rasanya saat itu kegagalan sudah menjadi teman.

Perasaan frustasi akibat dari berbagai kegagalan yang dihadapi
source: pinterest

Aku frustasi dengan apa yang aku alami. Apa yang aku lakukan semuanya tidak membuahkan hasil, tidak berjalan sesuai dengan rencanaku.

Karena semua kegagalan itu, aku sempat kehilangan rasa percaya diri. Malu untuk bertemu dengan orang lain, merasa worthless, tidak punya semangat hidup. Dan yang memperparah keadaan adalah aku mulai membandingkan kehidupanku dengan kehidupan orang lain.  Mulai mempertanyakan kenapa jalan hidupku tidak semulus kehidupan milik orang lain? Kenapa hidupku tidak secerlang kehidupan milik orang lain? Kenapa?.

Social media menjadi tempat banyak orang menammpilkan kehidupan yang ideal versi mereka
source: pinterest

Apalagi, di era media sosial saat ini. semua orang berlomba untuk menampilkan kehidupan yang ideal. Menunjukan seluruh aktivitas, pencapaian dan hal-hal baik yang dapat membuat orang lain memiliki penilaian baik untuk dirinya. Tidak peduli apa yang ditampilkan itu real atau hanya sensasi, yang terpenting mereka menampilkan sisi kehidupan yang ideal (menurut mereka).

Sampai akhirnya, aku berada pada satu titik di mana aku menyadari bahwa kehidupan ini seringkali berjalan memang tidak selaras dengan apa yang kita inginkan. Kehidupan yang kita jalani juga tidak harus selalu sama seperti yang orang lain miliki. We have our own life,so  just live our life to the fullest.

Mulai merenungi semua hal yang terjadi sampai kepada titik menyadari untuk 'menerima'
source: pinterest

Gagal dalam hidup adalah hal yang wajar terjadi. Itu merupakan bagian dari proses kehidupan, bagian dari bentuk pendewasaan diri. Bukan berarti ketika usaha keras yang kita lakukan tidak berbanding lurus dengan hasil, kita berhak menilai diri kita tidak mampu, berhak menilai diri kita tidak berharga.

Tidak, kita tetap berharga meski kegagalan menghampiri.

Itu yang aku katakan kepada diriku. Itu yang aku yakinkan pada diriku. Hingga rasa percaya diri itu perlahan mulai kembali.

Ada pemahaman baru yang aku dapatkan dari rentetan kegagalan yang aku alami saat itu. Semua kegagalan itu membuat aku belajar akan sesuatu yang amat berharga, yaitu konsep menerima dalam hidup.

Menerima, Kala semua rencana yang aku persiapkan dengan apik, harus berakhir hanya menjadi rencana.

Menerima, Kala jalan kehidupan miliku terasa begitu sulit, tidak semulus milik orang lain.

Menerima, Kala hal-hal yang aku semogakan harus berakhir hanya menjadi semoga.               

Kuncinya, Menerima. Menerima  semua hal yang terjadi diluar kendali kita. Iya, terima saja.

Aku mulai mampu menerima segala peristiwa yang terjadi di kehiduanku.
source: pinterest

 

Ada potongan kalimat dari puisi Madam Teressa yang berhasil membuka mataku dan membantuku untuk bangkit lagi.

“Life is too precious, do not destroy it. Life is life, fight for it”.

Hidup ini terlalu berharga jika kita hanya fokus pada masalah yang kita hadapi bukan?. Saat satu pintu kesempatan tertutup masih banyak pintu lain terbuka. Banyak hal menakjubkan yang akan terjadi saat kita terus mau berusaha,membuka diri, dan mencoba kesempatan-kesempatan baru yang hadir. Jangan terpaku hanya pada satu pintu.

Lalu, apakah setelah mulai menerima semua peristiwa yang tidak menyenangkan itu aku tetap menjadi orang yang idealis? Iya, tapi aku menurunkan kadar idealisku, dengan menjadi sosok yang lebih realistis dan menerima.

Sungguh, ada perasaan bahagia yang tidak bisa diungkapkan ketika, aku mampu menerima apa-apa yang terjadi di kehidupan ini, meski tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dan rasa bahagia itu hadir menenangkan. Hidupku terasa jauh lebih damai, lebih indah, lebih bermakna. 

Karena aku tidak lagi pusing memastikan bahwa semua yang aku usahakan harus terwujud, harus didapatkan. Hasil bukan lagi menjadi tujuan utamaku, tapi menjadi sebuah bonus dari usaha yang sudah aku lakukan.

Tenang rasanya, ketika aku sudah dapat menerima kehidupan yang aku jalani ini dengan seutuhnya. Aku juga akhirnya lebih mampu menghargai diri sendiri, mampu lebih memberikan apresiasi untuk diri sendiri atas segala usaha dan pengorbanan yang telah dilakukan. 

Tidak lagi memaksa diri untuk bekerja terlalu keras. Karena bagaimanapun diri ini perlu menerima haknya untuk istirahat. Dan yang paling penting adalah aku tidak lagi terlalu idealis dalam menentukan hal-hal yang ingin aku capai dalam hidup ini.

Setelah melewati banyak hal, selain menerima bagaimana kehidupan berjalan, aku juga menjadi jauh lebih mampu menerima diri sendiri. Istilah yang sering dipakai saat ini adalah self-love. Menurut Debora Khoshaba (2012) self-love adalah bentuk apresiasi terhadap diri yang sudah mau berusaha untuk terus bertumbuh baik secara fisik, psikis maupun spiritual.

Beberapa bentuk self-love yang aku lakukan untuk diri sendiri adalah seperti:

1.      Me time

Meluangkan waktu untuk me time tanpa boleh diganggu oleh siapapun dan apapun selama seharian penuh. Me time yang sering aku lakukan adalah membaca  buku, memasak atau menonton film.

Memberikan waktu untuk diri sendiri ini  penting lhoKarena diri kita butuh jeda istirahat setelah melakukan banyak aktifitas. Butuh mengisi ulang baterai diri ketika sudah begitu penat mengerjakan rutinitas harian.


2.      Appreciation

Jangan lupa untuk selalu memberikan apresiasi kepada diri sendiri atas segala pencapaian, usaha, progress yang telah dilakukan. sesederhana mengucapkan terima kasih untuk diri sendiri misalnya. Dengan sering memberikan apresiasi kepada diri sendiri, aku jauh lebih dapat menikmati hidup. Tidak merasa berlomba dengan siapapun dan tidak merasa harus membuktikan apapun. Nikmati saja setiap jengkal proses yang dijalani.


3.      Positive Affirmation

Memberikan afirmasi positif juga salah satu bentuk dari self-love yang aku lakukanMenanamkan kalimat-kalimat positif ke dalam diri mampu membuat suasana hati menjadi lebih baik, bisa sebagai bentuk refleksi diri dan juga mampu menguatkan self-esteem kita.


4.      Menulis Jurnal

Hal lain yang tidak pernah luput aku lakukan setiap hari adalah menulis jurnal. Bagiku menulis adalah sebuah keharusan. Menceritakan setiap kejadian yang terjadi, meluapkan emosi yang dirasa mampu membantuku untuk meregulasi emosiku dengan lebih baik juga membantuku untuk mengendalikan emosi yang aku rasakan.

Apapun peristiwa yang teradi baik itu hal yang menyenangkan atau menyedihkan, kabar bahagia atau kabar buruk, semuanya aku tuliskan. Setelahnya aku selalu merasa lebih baik dan emosiku  menjadi jauh lebih stabil. Menulis juga membuatku tidak terlalu reaktif ketika mengahadapi sesuatu.

Menurut, Dr. Pennebaker seorang psikolog di Universitas Texas, Amerika Serikat juga mengatakan bahwa, menulis itu mampu meningkatkan kesehatan mental dan sistem imun di dalam tubuh. Bahkan menulis ini merupakan salah satu terapi yang digunakan untuk orang-orang yang mengalami gangguan trauma atau depresi lho.


5.      Hang out

Berkumpul dengan teman juga salah satu kegiatan yang aku lakukan. Berusaha tetap terhubung dengan orang lain itu meminimalisir kita mengalami kesepian. Bertemu dengan teman hanya untuk sekadar bertanya kabar, berbagi cerita atau mendengarkan cerita mereka, itu sudah cukup menjadi coping stress buatku.

Itulah lima hal yang biasa aku lakukan sebagai bentuk self-love untuk diri sendiri. Efek yang dirasakan dengan memberikan perhatian lebih kepada diri sendiri adalah mampu membuatku jauh lebih bisa menikmati hidup dan merasa hidup seutuhnya.

Proses menerima ini membuatku jauh lebih bisa menikmati hidup yang seutuhnya
source: pinterest

Aku tidak lagi terpuruk jika rencana-rencanku tidak berjalan dengan baik, karena aku tahu kapasitasku hanya sebatas berusaha dan mengusahakan yang terbaik, soal hasil itu bonus yang aku dapat dari usahaku. Aku juga tidak lagi memaksa kehidupan harus berjalan sesuai standarku karena aku sadar bahwa aku tidak punya kuasa apapun untuk mengendalikan kehidupan. Aku juga tidak lagi peduli terhadap standar ideal kehidupan yang dibuat oleh orang lain. Karena aku paham kalau tidak ada  kehidupan ideal yang mutlak di dunia ini.

Setiap orang punya standar idealnya masing-masing dalam menjalani hidup. Tidak perlulah membuat standar untuk orang lain. Hidup ini dinamis jangan dibuat kaku dan rumit hanya karena standar yang dibuat oleh orang lain. Nikmati saja kehidupan yang kita jalani saat ini dengan seutuhnya. Lakukan apapun yang ingin kita lakukan. Selama itu tidak merugikan kehidupan orang lain.

Sungguh, saat kita mampu menerima diri kita seutuhnya, menerima kehidupan yang kita jalani saat ini dengan seutuhnya. Hidup ini benar-benar indah. Jika aku boleh menggambarkan kehidupan ini dengan sebuah peta, hidup ini seperti bola raksasa dengan jutaan benang warna-warni yang indah, saling melilit, saling menjalin satu sama lain. Sama sekali tidak rumit. Kita menyadari bahwa kita memiliki jalan kehidupan dan pilihan hidupnya masing-masing.

Tidak ada kehidupan yang buruk di dunia ini. Semua kehidupan baik, semua kehidupan diciptakan sempurna. Jika saat ini kita menghadapi kesulitan, kegagalan dan berbagai kerumitan lainnya dalam hidup. Itu hanya satu dari sekian banyak episode kehidupan yang harus kita jalani.

Jika kita menilai hidup kita tidak baik karena banyaknya kesulitan yang dihadapi, itu hanya soal bagaimana cara pandang kita terhadap kehidupan ini. Kita perlu sedikit merubah cara pandang kita terhadap kehidupan dan mau menerima kehidupan ini seutuhnya.

Mungkin juga saat kita sulit menerima apa-apa yang terjadi dalam hidup, itu disebabkan karena kita terlalu banyak membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain. Terlalu silau melihat pencapaian orang lain sehingga, kita kurang menghargai pencapaian diri sendiri, kurang menghargai setiap proses dan progress yang sudah kita lakukan. Atau menjadikan pencapaian orang lain sebagai standar untuk pencapaian diri kita.

Maka, Menerima adalah kunci untuk dapat hidup seutuhnya.

Itulah, perjalananku menemukan makna dari sepotong episode dalam kehidupan. Menjalani hidup seutuhnya dengan Menerima. Menikmati bagaimana alur kehidupan ini berjalan dengan lebih tenang dan bahagia. Aku juga banyak mendapat ‘bekal’ dari platform Satu Persen tentang perspektif kehidupan yang lain.

Kini, Aku jauh lebih bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik, semoga kamu juga yaa.

#SatuPersenBlogCompetition

#HidupSeutuhnya

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang tent

Kaleidoskop 2022

  Setahun vakum gak nulis apa-apa bukan berarti gue gabut dan gak bisa menceritakan apapun. Tapi, karena tahun 2022 itu nano nano banget buat gue, karena di tahun itu f or the very fisrt time i bacame a mother. Masya allah tabarakallah. Gue jadi Ibooook lho. Sejak dapet predikat itu kehidupan gue berubah gaess. Tolong jangan bayangkan kehidupan gue itu kaya ibu-ibu yang hepi hepi punya bayi, teteuup keliatan flawless , looks so gorgeous . Preetttt, itu sungguh ga ada sama gue. Setelah melahirkan gue justru merasa buluk. Berat badan naik hampir 20kg, begadang tiap malem sama bayi aja (karena setelah lahiran gue LDR sama suami), harus pumping tiap 2 jam, belajar menyusui sampe berdarah-darah, luka gue yang masih basah. Jujur ga ada cakep-cakepnya gue sesudah melahirkan tuh huhu. Bahkan gue ngerasain yang namanya baby blues lho, sungguh itu bukan mitos. Makanya kenapa wanita yang hamil kemudia melahirkan itu butuh banget dukungan dari lingkungan terdekatnya terutama suami. Satu

27 yang ke 3

Sepagi tadi ada whatsapp  masuk dan kurang lebih isinya mengingatkan aku soal tanggal hari ini, lalu di tutup dengan doa-doa baik. Setelah membaca itu senyumku mengembang, "oh ternyata sekarang tanggal 27 ya" , hadeuh baru inget. Maklum deh ga pernah inget tanggal sejak jadi mamak-mamak, yang diinget hari-hari adalah gak jauh dari menu masakan, beres-beres dan bayar-bayar hehe. Alhamdulillah makasi ya allah sudah menyampaikan aku di hari ini, hari dimana tepat 3 tahun sudah pernikahan ini berjalan. Mungkin untuk pasangan lain yang sudah menjalani pernikahan belasan atau bahkan puluhan tahun, usia pernikahan 3 tahun ini belum ada apa-apanya, belum banyak pengalaman dan masih jauuuuhhhhh banget perjalanannya. Iya memang, tapi aku bersyukur allah sampaikan aku di 3 tahun ini yang dimana di dalam perjalanannya sudah ada bumbu-bumbu manis, pahit, asinnya pernikahan. And we made it! Aku mengamini kalo pernikahan adalah salah satu ibadah terpanjang. Karena dalam menjalaninya