Rembulan membulat sempurna malam
ini. Gemintang bertaburan membuat formasi indah. Angin semilir menelisik
telinga. Kunang-kunang pun terbang rendah memendar cahaya dari ekornya. Cantik.
Aku terduduk di balkon lantai dua
menikmati pemandangan indah malam ini. Memeluk lutut menatap bulan yang bulat
sempurna. Indah. Rutinitas yang sering kulakukan kala ada perasaan yang
mengusikku tanpa permisi.
Seperti perasaan rindu misalnya.
Sebuah rasa yang paling aku benci kehadirannya. Perasaan yang paling aku
hindari bentuknya. Karena obatnya mahal sekali. Penawar atas rasa itu hanyalah
sebuah temu.
Aku teringat sebuah kalimat dari
seseorang , ia berkata
“Dulu aku tidak pernah mengenal kata rindu, karena bagiku rindu hanya
sebuah ketidakmampuan diri. Ketidakmampuan untuk menebus jarak untuk sebuah
temu. Tapi, setelah aku mengenalmu. Aku mengenal rindu yang sebenarnya. Sebuah
rasa yang tidak dapat ditebus dengan uang dan waktu. Sebanyak apapun kau memilikinya.
Karena rindu hanya mampu ditebus dengan sebuah pertemuan yang TULUS”.
Mendengar kalimat ini meluncur aku
hanya bisa mengamini. Aku sepakat. Rindu adalah perasaan yang hanya mampu di
tebus dengan sebuah tatap. Rasa itu tidak peduli berapa banyak uangmu untuk
mencipta sebuah temu, berapa luang waktumu untuk menjemput sebuah pertemuan .
Jika semesta tak mengizinkan, itu tidak akan pernah terwujud. Maka, saat
kesempatan untuk bertemu itu ada nikmatilah tiap dentang detik yang berjalan
dengan baik. Karena sekali saja rindu itu hadir, tidak ada obat yang mampu
menawarnya.
Kini, saat rindu itu menyergap
tanpa permisi aku tidak tahu harus bagaimana.
Karena aku tidak tahu rindu ini untuk siapa? Aku tidak tahu harus menagih
rasa ini pada siapa?.
Jadi untuk sedikit mengurangi rasa
rindu itu, aku memilih menatap pertunjukan langit malam ini. Menikmati eloknya sinar
rembulan, indahnya formasi bintang, cantiknya kerlipan kunang-kunang dan
sejuknya semilir angin. Cukup membuatku tenang sejenak. Membuatku mampu mengendalikan
rasa itu.
Dan akupun kembali menyadari bahwa
apapun bentuk rasa yang hadir menelisik. Itu
adalah FITRAH. Kita tidak akan
dimintai pertanggung jawaban atas setiap rasa yang hadir. Tapi kita akan
dmintai pertanggung jawaban atas sikap yang kita lakukan karena perasaan itu.
Aku mencoba memeluk tiap geliat
rasa yang hadir, mencoba kembali meyakinkan bahwa rasa ini ada atas IzinNya.
Maka sudah seharusnya ku serahkan perasaan ini hanya padaNya. Dengan terus
melangitkan harap bahwa nanti rindu ini akan bertemu dengan waktunya untuk
ditebus dan akan bertemu dengan pemiliknya. Pasti.
Untukmu yang masih rahasia,
Siapapun dirimu, dimanapun dirimu.
Sedang dalam perjalanan menujuku atau sedang memantaskan diri.
Semoga DIA selalu menjagamu dalam ketaatan.
Selalu menghimpunmu dalam kebaikan.
Sampai nanti waktuNya mengizinkan kita untuk bersua dalam sebaik-baik
waktu dan kesempatan.
010920
Komentar
Posting Komentar