Langsung ke konten utama

Forgiving


 “ When most of us don’t understand the need to forgive, it becomes the type of forgiveness that make us believe what we are doing it for “the other”, usually in return for some rewards” – Michelle Roya

Banyak orang yang mengatakan kita harus “memaafkan” semua hal menyakitkan yang hadir, mendekap semua sakit lalu mencoba melupakan. Karena menurut mereka memaafkan itu sama dengan memaklumi dan melupakan. And it’s not a big deal.
Duh, maaf aku kurang sepakat dengan itu, memaafkan itu tidak semudah yang dibayangkan, bukan berarti hal yang sulit sekali, hanya memafkan itu membutuhkan waktu.

Kalo kata Teh Urfa mah, memaafkan itu merubah cara pandang kita terhadap sesuatu, entah itu peristiwa, atau perilaku seseorang yang tadinya negatif menjadi netral bahkan cenderung positif.


Kalau memaafkan adalah output maka harus ada proses, proses disini adalah belajar yang harus dijalani secara alami dan tidak instan. Kemudian ada input, untuk hal ini input terbaik untuk memaafkan adalah dari pengalaman. Bukan berarti tidak boleh ikut-ikut seminar, pergi ke psikolog, buka-buka buku bacaan soal memaafkan. Boleh sekali, bagus malah. Tetapi, tujuannya mengikuti semua itu bukan untuk mencari cara yang terstruktur bagaimana cara memaafkan yaaa, tapi lebih ke mempelajari cara melihat masa lalu dengan sudut pandang yang berbeda.  (Duh, adem ya hehe).

Terus kalo mau memaafkan perlu diingat dua hal ini:
1.       Jangan pernah menunggu permintaan maaf.
Karena kendali lidah dan hati orang lain tidak di jual/ beli. Fokus pada diri sendiri untuk memaafkan.
2.       Jangan Memaksakan diri untuk memaafkan.
Sesuatu yang dipaksa boleh jadi malah membuatmu terus merasa bersalah, tertekan dan bisa semakin membenci karena tidak kunjung bisa memaafkan.

Because forgiving is a process not immadiate goal, in order for you to be able to forgive you have to digest the fact that you need to do it for you, not someone else.

So, itulah yang aku dapatkan dari hasil bertapa selama satu minggu ini, ketika melatih diri untuk bisa memaafkan, bukan saja memaafkan orang lain tapi juga peristiwa yang menyakitkan yang dulu sulit sekali untuk dimaafkan. Kini sudah merasa jauh lebih baik karena terus belajar merubah cara pandang, doakan semoga terus bisa memaafkan sepenuhnya yaaa. Sama-sama belajar.

Selamat berproses! ^^



070220



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikmati peran

Kesimpulan dari perjalanan di 2024 ini adalah aku menikmati peran-ku saat ini. Iya peranku saat ini yang sebagai hambaNya, istri, ibu dan anak. Tahun ini lebih terasa aku jalani dengan kesadaran penuh dan berusaha bisa memaknai di tiap etapenya. Bukan berarti mulus tanpa ujian, Bukan berarti selalu berwarna tanpa kelabu, Bukan berarti damai tanpa gejolak Bukan, Rasa asam pahitnya ada banget tapi percaya atau tidak aku jauh lebih tenang dan siap menghadapi semua itu. Kalo bahasa kerennya lebih mindful lah karena aku lebih yakin bahwa apapun yang terjadi dalam hidupku adalah atas seizin Allah. Tugasku cukup sabar, Ikhlas dan terus berkhusnudzon atas takdirnya. That’s it. Selain itu di tahun 2024 ini aku juga merasa lebih produktif (as one   of my prayers). Aku mulai isi pelatihan ke sekolah-sekolah lagi, punya agenda tetap setiap minggu diluar halaqah, lebih sering ketemu orang lagi, Alhamdulillah fokusku diluaskan dan itu membuat aku jauh lebih happy, emosiku juga ebih s...

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang ...

Kaleidoskop 2022

  Setahun vakum gak nulis apa-apa bukan berarti gue gabut dan gak bisa menceritakan apapun. Tapi, karena tahun 2022 itu nano nano banget buat gue, karena di tahun itu f or the very fisrt time i bacame a mother. Masya allah tabarakallah. Gue jadi Ibooook lho. Sejak dapet predikat itu kehidupan gue berubah gaess. Tolong jangan bayangkan kehidupan gue itu kaya ibu-ibu yang hepi hepi punya bayi, teteuup keliatan flawless , looks so gorgeous . Preetttt, itu sungguh ga ada sama gue. Setelah melahirkan gue justru merasa buluk. Berat badan naik hampir 20kg, begadang tiap malem sama bayi aja (karena setelah lahiran gue LDR sama suami), harus pumping tiap 2 jam, belajar menyusui sampe berdarah-darah, luka gue yang masih basah. Jujur ga ada cakep-cakepnya gue sesudah melahirkan tuh huhu. Bahkan gue ngerasain yang namanya baby blues lho, sungguh itu bukan mitos. Makanya kenapa wanita yang hamil kemudia melahirkan itu butuh banget dukungan dari lingkungan terdekatnya terutama suami. S...