Langkahnya sedikit tertatih
Lenganya cekatan memindahkan kruk disetiap langkahnya yang ia genggam di salah satu lenganya.
Senyumnya damai menenangkan. Garis wajahnya tegas menjelaskan
berapa banyak hujan yang telah dia lewati.
Mataku terpaku melihat sesosok
lelaki ditengah hilir-mudik orang-orang yang begitu ramai. Dia berjalan
perlahan melewati jalan yang berundak-undak pergi menuju surau. Mengenakan baju
terbaiknya lengkap dengan peci dikepala. Ini hari jum’at. Jam ditangan ku sudah
berdetak di angka setengah dua belas. Sebentar lagi waktu sholat jum’at.
Dia tak diberi fisik sempurna oleh Sang Maha Sempurna.
Tapi jiwa penghambaanya sempurna dari manusia yang punya
fisik sempurna.
Dia tak diberi nikmat menjadi terkenal layak pemain cabaret.
Tapi kezuhudanya membuat ia terkenal di penduduk langit.
Ditengah ketidaksempurnaanya ia
berusaha untuk selalu bersyukur atas apa yang ia miliki saat ini meski harus
tertatih dengan kruk nya.
Ia sadar bahwa apa-apa yang ada di dunia ini hanyalah titipan
yang sewaktu-waktu harus dikembalikan kepada pemilikNya.
Pun Ia paham bahwa apa-apa yang
terjadi di dunia ini sudah tergariskan.
Rupa syukur yang diberikanya adalah
dengan tak pernah alpa untuk melaksanakan kelima waktu wajibnya untuk menghamba
padaNya.
Duhai Allah,
Betapa malunya diri ini yang masih saja terlena dengan
bangkai yang lebih buruk dari bangkai kambing sekalipun.
Melihat pemandangan itu di tengah ke-futuran ku kini.
Cukup menjadi cambuk buat ku. Betapa
jauh sekali diri ini dari kata layak dalam sebuah penghambaan. Nyatanya akulah yang memiliki cacat dalam
penghambaan kepada Mu.
*Menemukan catatan tahun lalu yang pas sekali sebagai pengingat saat ini
Depok,
28032018
Komentar
Posting Komentar