“Bagaimana mungkin dia masih
mampu mengembang senyum disaat luka di hatinya menganga begitu besar? Seolah
badai yang menerpanya hanyalah angin sore yang segera berakhir ?“ gumam ku.
Aku sedang memperhatikan sosok wanita
yang tinggal di sebrang dari balik jendela . Dia memiliki senyum yang hangat
dan tatapan teduh menenangkan.
Setiap pagi kami sering
berpapasan saat dia sedang menyiram tanaman miliknya di beranda. Halamanya
penuh dengan mawar dan anggrek dengan warna yang beragam. Cantik.
Dia selalu menyapaku dengan
senyum lembut dan tatapan indah nya. Aku tak begitu mengenalnya. Hanya, setiap
kali melihat senyumnya aku merasa begitu damai. Sejak pertama kali dia
menyapaku aku menjadi penasaran ingin mengenal sosok ini lebih jauh. rasa
penasaran itu muncul tanpa sebab.
Jubbah biru tua yang ia kenakan
serasi dengan kerudung putih yang membalut kepalanya. Penampilanya selalu
sederhana dan tanpa polesan make-up. Aku suka.
Aku tau ada badai yang menerpanya
sampai membuat ia jatuh begitu dalam dilubang gelap yang menyesakan dan hatinya
remuk berkeping-keping. Tapi, bagaimana mungkin dia masih mampu berdiri begitu
kokoh nya?. Gumam ku lagi
“ Karena dia tau bahwa badai
miliknya akan segera berakhir, bahwa lelah nya akan segera terbayar, bahwa air
matanya akan segera berhenti dan kecewa nya akan segera terganti”. Jawab ibuk yang tiba-tiba berdiri
dibelakang sambil memegang pundak ku.
“ Ibuk mengenalnya?” tanya ku.
“ Iya, ibuk mengenalnya dengan
baik, Nak namanya Seruni. Dia wanita yang kuat, yang sabar nya luas melebihi
samudera meski badai itu berkali-kali datang menghampiri, yang kuat hatinya
meleihi kuatnya baja meski dihantam berkali-kali ia masih mampu bertahan.”
Jawab ibuk.
“ Apa dia tidak pernah menangis?”
tanya ku
“ Tentu dia menangis, karena dia
hanyalah manusia biasa seperti kita. Hanya, dia tak pernah mau menampak kan air
matanya di depan orang lain. Dia tak mau memperlihatkan kelemahanya pada orang
lain. Dia selalu memeluk dan menutup rapat segala kesedihan itu sendiri. Janji
kehidupan yang selalu membuatnya berhasil bertahan, Nak”
“Janji kehidupan?”
“ Iya, Janji kehidupan. Dia menggantungkan
harapanya pada janji kehidupan, bahwa semua luka, air mata, kecewa yang dia
rasakan saat ini akan terganti dengan sesuatu yang indah esok. Entah bagaimana sosok
sesuatu yang indah itu yang jelas dia amat meyakini itu. Dia selalu berusaha
keras melatih hatinya agar kokoh menghadang setiap badai yang datang dan
melatih sabar miliknya supaya tak berbatas setiap kali badai datang bertubi.”
Pungkas ibuk.
Aku hanya mampu mengernyitkan
dahi tak percaya mendengar paparan Ibuk tentang sosok yang sangat membuat aku
penasaran belakangan ini. Mataku masih terpaku menatap sosok yang menyejukan
itu dari balik jendela. Ternyata senyum dan tatapan indah itu berasal dari kekuatan
hatinya yang luar biasa.
Dering telephone mengalihkan
tatapan ku dan menyadari bahwa aku harus bergegas.
“Aku terlambat”.
Komentar
Posting Komentar