Langit
masih mengenakan gaun biru tua, nyaris hitam, ketika alarm dari bekker
berteriak-teriak diatas meja. Fajar menyembulkan selempang lembayungnya dari kening bebukitan.ayam-ayam dari
berbagai penjuru rumah, peliharaan beberapa tetangga, berkokok-kokok penuh jumawa. Aroma subuh jelas sekali tercium. Depok memang
selalu mampu menyajikan nuansa seindah ini. Hebat!
Saat
itu juga disalah satu rumah ada gadis belia yang masih terlelap diatas meja
belajar nya, karena belajar semalaman . Oki begitu ia sering disapa. Gadis 17
tahun ini memang terbilang gadis rajin, pantang menyerah sebelum mencoba sampai
titik terakhir.
Jam
bekker pun berteriak-teriak lagi ditelinganya
sambil menunjukan pukul 4.30. Itu
artiya aku harus segera bangun dan beranjak dari dipan ini. Dengan segenap
kekuatan yang ada aku kumpulkan kesadaran yang berserakan. Setelah kurasa
kantuku benar-benar pulih, dengan langkah gontai aku mandi.
Sejurus
kemudian aku telah siap dengan seragam putih-abu ku dengan tas di bahu, sepatu dan sabuk hitam tentunya.
Ku
buka hari ini dengan senyum dan ku selipkan beberapa pinta ke langit agar hari
ini mau berbaik hati pada ku. Sesampainya di sekolah segera ku masuk kelas dan
meletakan tas ku di deret bangku nomor 3 tepat didepan meja guru. Sejak sekolah
dasra dulu aku paling senang duduk dekat meja guru agar lebih jelas saat guru
menerangkan.
Aku membuka kembali
catatan ku sebelum Bu Mirna masuk dan memulai ulangan.
Teng…teng..teng..teng it’s time to begin the first
lesson.
“ya,, anak-anak hari ini
kita ulangan. Tolong tidak ada catatan apapun diatas meja ya.” Pinta Bu Mirna.
“Iyaa..buuu” jawab anak
serentak.
“Ha? Ulangan? Ih aku ga
belajar malem tadi gimana ini Hel?”. Keluh Vira .
“Santai aja kali.” Jawab
Helma sembari sedikit menyeringai sebagai isyarat bahwa dia akan memberi
jawaban kepada vira.
Saat soal mulai dibagikan
aku mendengar dibelakang ada yang berbisik ke teman sebangku ku untuk
bekerjasama. Aku yang mendengar itu hanya tersenyum dan mengagguk,walau aku
tahu mereka tak mengajak ku bekerja sama.
“Hel..Hel nomor 4 essay
apa?” Tanya Vira dari belakang
“Proyeksi azimuthal”
jawab helma sambil berbisik
“Proyeksi Silinder”
jawabku memotong pembicaraan mereka.
“apasih kamu, udah
kerjain aja punya mu sendiri” jawab Helma ketus.
Sudah
biasa mendengar Helma seperti itu. Aku hanya mendengus dan kembali fokus pada
kertas ulangan ku. Tak peduli dengan jawaban dan tingkah kedua anak pintar
dikelas itu. Mereka berdua memang anak pintar karena mereka bintang kelas.
Hanya cara mereka mendapatkan peringkat itu yang sedikit membuatku gerah.
Mereka tak mau bersaing secara sehat. Yasudahlah peduli apa aku.
“ya waktu tinggal 15
menit lagi, yang sudah boleh dikumpulkan” Bu Mirna member peringatan sambil
kembali mengawasi murid-murid. Matanya sangat sigap memperhatikan tiap gelagat
yang mencurigakan bak elang yang siap memangsa.
Soal-soal
ini berhasil aku kerjakan dengan baik, tak sia-sia aku belajar lembur akhirnya
semua soal berhasil terjawab.
“Waktu habis, silahkan
kumpulkan dimeja. Selesai atau tidak kumpulkan”. ujar Bu Mirna tegas.
“Ah, pasti 100 nilai kita
ya ga Hel?”. Tanya Vira pada Helma sembari melingkarkan lengan dileher Helma.
“Oh iya dong, secara kita
kan bintang kelas, soal kaya gitu doang sih gampang Vir”. Jawab Helma enteng.
“Jelas aja kalo sampe
dapet 100 orang open book”. Bisik Syifa yang duduk disebelah kiri ku pelan tapi
terdengar jelas oleh ku.
Mendengar
itu aku hanya tersenyum tak mau berkomentar apapun, aku yakin dengan jawaban ku
sendiri karena aku yakin pada usaha ku sendiri. Karena aku percaya bahwa Usaha Takkan Pernah Menghianati. Itu
yang selalu aku yakini. Toh, masih ada mata-mata langit yang selalu tahu apa
yang aku perbuat.
Teengg
toonggg… It’s time to first break
Bel tanda istirahat
berbunyi.
“Ki kantin yuk?”. Ajak
Syifa
“yuk..”. jawabku singkat.
Seperti
biasa setiap istirahat aku pergi ke kantin hanya untuk membeli es buah Bi
Ninadan ditemani Syifa. Sambil sedikit mencari udara segar agar otak ku tak
terlalu panas, sehabis ulangan tadi.
“eh, Ki aku ga abis pikir
deh sama mereka, mereka tuh bintang kelas tapi ko ulangan harian aja ngope ya?
Harusnya kalo emang ngaku pinter ulangan jangan ngope dong!. Bangga banget
nilai bagus tapi dari ngope hih!” protes syifa jengkel
“Hushh,,, ga boleh gitu
fa, biarin aja apapun cara yang mereka pake itu urusan mereka kita ga punya hak
buat ngelarang. “ jawab Oki santai.
“ih kamu ko bisa sih
bilang gitu, itu sama aja kamu rela dong kita disaingin secara ga sehat?”
“lho, kenapa kamu takut
tersaingi? Syif denger aku deh appaun yang kita lakukan baik-buruk-jelek-baik
itu ada yang liat dan pasti ada uang bales. Usaha
Takkan Menghianati ko, percaya deh.” Jelas oki sambil menghabiskan
minumanya
“iya juga ya Ki, ngapain
aku repot-repot, pusing-pusing ngurusin kejelekan orang. Toh ada petugas langit
yang udah ngatur hehe ”. Syifa menyeringai
“yuk ah ke kelas bentar
lagi bel”. Ajak Syifa sambil menggandeng tangan Oki.
It’s
time to begin the fifth lesson
“Anak-anak maaf ibu
mengganggu sebentar, ini hasil ualngan kalian tadi pagi, tolong dibagikan dan
yang diremidial minggu depan persiapkan”. Bu Mirna meletakan kertas hasil
ulangan diatas meja guru dan bergegas pergi.
“aku berapa?” Tanya Vira
dan Helma penasaran
“pasti seratus sih Hel”.
Jawab Vira yakin
“haha iya sih”. Helma
tertawa sambil duduk kembali di sebelah ku.
“Vira anggita dewi 90, Helma putri setiawan 92”. Syifa
menyebutkan nilai ulangan satu per satu.
“yesssss….”. Vira dan
Helma melonjak kegirangan.
“Oki Setiana Dewi 80,
Syifa Althafunisa 79”.
“Alhamdulillah”. Ujar ku
dalam hati
“yaah, aku Cuma 79 Ki pas
KKM banget. Bangga tu anak 2 dapet 90”. Syifa duduk sambil menekuk wajahnya.
“Lho, kenapa sedih? Inget
ga apa yang aku tadi bilang? Jangan berorientasi pada hasil karena apapun yang
kita kerjakan…”
“Ada petugas langit yang
melihat dan pasti akan membalas segala sesuatu yang kita lakukan dengan kerja
keras dan tulus”. Syifa memotong pembicaraan ku dan melanjutkan kata-kata ku
sambil tertawa.
Kamipun
tertawa bersama. Tak peduli berapa nominal angka yang tertera dikertas ulangan
ku. Berapapun itu, ya itu hasil ku, nilai ku.
Tak
perlu iri dengan yang lebih tinggi karena kemampuan setiap orang berbeda. Jika
ingin lebih belajarlah lebih keras lagi, lebih giat lagi. Tak perlu
membandingkan soal bagaimana cara mendapatkan nya. Satu kali. Dua aku katakana Usaha Takkan Menghianati dan ingat masih
ada penjaga langit yang melihat kerja keras kita. Kita cukup menunggu
tangan-tangan mereka bekerja di kehidupan kita dengan berbagai kejutan langit.
SEKIAN~
lagi beresin file eh, nemu ini hihi cerpen yang dibuat buat tugas praktek Bahasa Indonesia. tokoh nya sengaja pake salah satu publik figure karena perintah nya memang harus pake publik figure hehe
happy reading
Komentar
Posting Komentar