Langsung ke konten utama

Senja dan Kapsul Mesin

Senja mulai longsor di ufuk barat, cahayanya membuat bayang-bayang hitam di setiap benda yang dilewati.
Klakson mobil bersahutan hampir disemua jalanan ibu kota, semua orang berlomba memacu kendaraannya segera menuju rumah untuk melepas lelah. Kepul asap motor membumbung di udara, gayanya lincah menyelip di tengah padatnya lalu lintas kota, tarikan gas yang menggerung-gerung menyiratkan pemiliknya ingin segera pulang.

Jam tangan ku menunjuk angka lima. Artinya sudah saatnya jam  pulang kerja. Hampir semua transportasi public akan dipenuhi oleh orang-orang pulang kantor. Bus way, kereta, angkutan umum, ojek, mobil, motor semua tumpah di jalanan. Mustahil untuk dapat menemukan jalanan kosong di Jakarta di waktu-waktu itu.

Kali ini aku berada di sebuah stasiun di kawasan perkantoran Jakarta, suasananya begitu ramai. Aku melihat langkah mereka cepat memburu kereta yang akan mereka naiki. Badan mereka lincah mneyelinap ditengah kerumunan antrian penumpang untuk memasuki kereta yang akan membawa mereka pulang.

Aku adalah bagian dari mereka. ketika kereta yang di nanti tiba langkahku cekatan memasuki kereta sesaat pintu terbuka dan memposisikan diri sebaik mungkin supaya tidak terdesak. Sekejap suasana kereta penuh dan sesak hingga tak ada lagi tempat yang kosong.

Ini jadi pemandangan biasa bagi para pekerja kantoran, mereka harus berdesakan di dalam kereta baik saat berangkat pun pulang kerja. Lelah di badan, lusuh di muka, keram di kaki menjadi makanan sehari-hari.

Di sini aku menyadari bahwa orang-orang yang berada di kapsul mesin ini selalu berjuang setiap harinya. Berlomba bangun lebih pagi supaya bisa merasakan duduk dengan nyaman, berusaha bertenggang rasa ketika ada ibu hamil yang membutuhkan tempat duduk dtengah padatnya isi kereta, berusaha menikmati setiap sesak yang dirasa. Belum lagi jika sinyal untuk memasuki stasiun berikutnya tertahan itu berrarti mereka harus berdiri lebih lama dan harus rela di himpit lebih lama.

Mereka mau berlelah-lelah untuk sebuah tujuan bukan?
Mereka mau berhimpitan pagi petang untuk sebuah alasan bukan?
Ya, alasan mereka adalah berikhtiar menjemput rizki untuk keluarga.

Bukan pemandangan yang asing lagi jika banyak bapak-bapak, ibu-ibu yang sudah cukup berumur berbaur diantara penumpang kapsul ini. mereka rela berhimpitan, berdesakan, terinjak, terdorong. Wajah-wajah mereka sudah terlihat begitu lelah, tetapi pikiranya sudah melayang membayangkan hangatnya suasana rumah dan orang-orang yang menunggunya pulang. Itu semua cukup untuk membuatnya sedikit menepis lelah.


Inilah pemandangan ibu kota.


Depok,
130418

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikmati peran

Kesimpulan dari perjalanan di 2024 ini adalah aku menikmati peran-ku saat ini. Iya peranku saat ini yang sebagai hambaNya, istri, ibu dan anak. Tahun ini lebih terasa aku jalani dengan kesadaran penuh dan berusaha bisa memaknai di tiap etapenya. Bukan berarti mulus tanpa ujian, Bukan berarti selalu berwarna tanpa kelabu, Bukan berarti damai tanpa gejolak Bukan, Rasa asam pahitnya ada banget tapi percaya atau tidak aku jauh lebih tenang dan siap menghadapi semua itu. Kalo bahasa kerennya lebih mindful lah karena aku lebih yakin bahwa apapun yang terjadi dalam hidupku adalah atas seizin Allah. Tugasku cukup sabar, Ikhlas dan terus berkhusnudzon atas takdirnya. That’s it. Selain itu di tahun 2024 ini aku juga merasa lebih produktif (as one   of my prayers). Aku mulai isi pelatihan ke sekolah-sekolah lagi, punya agenda tetap setiap minggu diluar halaqah, lebih sering ketemu orang lagi, Alhamdulillah fokusku diluaskan dan itu membuat aku jauh lebih happy, emosiku juga ebih s...

Edisi Kangen

“ Betapa sukarnya menyusun bicara Meluluhkan rasa menuturkan sayang Kasih yang terlimpah hanya sekedar tingkah Cuma ungkapan kebisuan yang Melindungkan kalimah rahsia” Tiba-tiba ada yang rembes di pipi waktu ga sengaja muter playlist nasyid Jadul  jaman SD dulu dan berhenti di bait ini. DEG!!  tiba-tiba kangen rumah. Kadang iya, susah banget mau bilang “ Kangen, sayang ” sama orang yang kita sayang, apalagi ke orang tua  bukan karena takut tapi lebih ke malu. ya gak sih? Kalo nafa sih gitu. Kayaknya canggung gitu kalo mau bilang “ Ummi Abbi, ade kangen “. Ada bisik-bisik hati yang nahan buat bilang gitu hihi. Akhirnya kalo kangen mereka dan  ga berani bilang Cuma bisa Cireumbay terus chat si teteh, sukur-sukur dibales biasanya sih lebih sering gadibales karna udah tidur  dan dibalesnya besok itupun di kece in dibilang L.E.B.A.Y.  dengan sticker sambil ketawa gogoleran . -_____-  kelakuan. #kaloudahgituakubisaapa Kalian kay...

Rasanya menjadi Ibu Toddler

Menjadi orangtua dari toddler itu sungguh nano nano. Gatau harus memberi nama perasaan ini dengan apa karena sungguh nano nano. Bukan mau kemakan sama mitos yang katanya anak usia toddler itu sungguh menguras emosi, dan tenaga. TAPI ITU ADALAH FAKTA (buat gw gatau kalo org lain) Sejak memasuki usia 2 tahun rasanya emosi qile tuh makin menjadi-jadi tapi perkembangan emosi ini dibarengi dengan perkembangan autonomy kalo kata ericson. Jadi Qile tuh mulai apa-apa pengen sendiri, iya oke gapapa karena itu fasenya kan. Cumaaa kalo dia sedang melakukan sesuatu terus susaah, dia akan frustasi dan ngamuk. Disini peran emak dalam membantu regulasi emosi sangat dibutuhkan dan emak ketika menghadapi anak sednag emosyenel itu harus adem bukaaan?? TAPI, perlu di ingat sodara-sodara gak setiap waktu emak-emak itu dalam kondisi emosi yang stabil, ya kan?.  Apalagi ketika si emak di rumah itu ga ada yang bantu, ga ada helper, ga ada mbak, ga ada asisten, you named lah. Gimana rasanya? Sudah barang ...